Rabu, 26 November 2014

PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI (HDB) PADA TANAMAN PADI DAN PENGENDALIANNYA

sumber : www.google.com
Tanaman padi yang terserang penyakit hawar daun bakteri (HDB) pada fase awal pertumbuhan, tanaman layu dan akhirnya mati. Gejala inilah yang biasanya oleh petani disebut dengan penyakit kresek. Sedangkan pada tanaman dewasa serangan mulai dari tepi daun berwarna keabu-abuan dan akhirnya mengering sehingga tanaman tidak dapat berfotosintesisi dengan baik sehingga pertumbuhan tanaman terganggu. Apabila serangan pada saat tanaman berbunga, hawar daun bakteri ini dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar dengan mengurangi hasil sampai 50-70% akibat pengisian gabah terhambat sehingga gabah hampa meningkat.
Penyakit hawar daun bakteri (HDB) ini disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv.oryzae. Bakteri patogen ini biasa disebut juga dengan patogen Xoo. Di masyarakat secara umum penyakit hawar daun bakteri ini disebut juga sebagai penyakit kresek. Mungkin tanaman yang terserang penyakit hawar daun bakteri ini bunyinya kresek-kresek pada saat tertiup angin, sehingga untuk memudahkan akhirnya disebut sebagai penyakit kresek.
Serangan penyakit hawar daun bakteri ini menyerang tanaman padi mulai dari persemaian sampai tanaman padi menjelang panen. Infeksi dimulai dari bagian daun melalui luka seperti bekas potongan bibit padi atau lubang alami daun seperti stomata (lubang daun) dan merusak klorofil daun, sehingga kemampuan daun untuk melakukan fotosintesis menjadi menurun dan pertumbuhan tanaman terhambat.
Penyakit hawar daun bakteri (HDB) ini biasanya menyerang tanaman padi pada saat musim hujan. Kondisi pertanaman dengan kelembaban yang tinggi dan pemupukan yang tidak berimbang dengan dosis pupuk nitrogen yang tinggi.
Varietas - varietas padi yang agak tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri ini antara lain Ciliwung, Fatmawati, Mekongga dan Aek Sibundoong (patotipe IV),Widas, Rokan dan Hipa 3 ( patotipe III dan IV), Ketonggo, Ciherang, Inpari 2 dan Inpari 3 (patotipe III), Tukad Unda dan Tukad Petanu (patotipe VIII), Hipa 4, Hipa 5 Ceva, Hipa 6 Jete (patotipe IV dan VIII), Inpari 1 dan Inpari 6 Jete (patotipe III, IV dan VIII).
Sedangkan varietas padi yang tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri (HBD) ini antara lain Memberamo, Cibodas, Maros, Sintanur, Wera, (patotipe III), Way Apo Buru, Singkil, Konawe, Intani, Sunggal, Ketan Hitam (patotipe III dan IV), Code, Angke, Ciujung, Inpari 1, Inpari 6 Jete (patotipe III, IV dan VIII) .
Pengendalian Hawar Daun Bakteri (HDB) Dengan teknik budidaya
Pengendalian penyakit hawar daun bakteri dilakukan secara terpadu dengan menggunakan teknik budidaya. Beberapa teknik budidaya yang disarankan antara lain dengan perlakuaan bibit dan pergiliran varietas, menanam dengan jarak tanam yang tidak terlalu rapat, irigasi / pengairan secara berselang (intermeten), pemupukan sesuai kebutuhan tanaman dan menanam varietas tahan.
Perlakukan bibit dilakukan dengan cara jangan menanam bibit yang dipotong akar atau daunya terlebih dulu sebab akan mempermudah infeksi bakteri Xoo.. Strain / Patogen HBD ini biasanya menginfeksi melalui luka bekas potongan pada bibit padi yang ditanam.
Hawar daun bakteri juga berkembang pada tanaman padi yang dipupuk dengan pupuk Nitogen dengan dosis yang tinggi tanpa diimbangi dengan pupuk Kalium. Pupuk Nitrogen yang tinggi akan memacu pertumbuhan vegetatif tanaman namun tanaman kurang tahan terhadap infeksi bakteri patogen Xoo. Oleh karena itu untuk menekan perkembangan hawar daun bakteri ini harus pemupukan tanaman padi harus dilakukan secara berimbang. Pupuk Nitrogen yang diaplikasikan harus diimbangi dengan aplikasi pupuk Kalium.
Sedangkan pengendalian hawar daun bakteri dengan aplikasi bahan kimia dapat dilakukan dengan bakterisida. Namun penggunaan bakterisida ini harus dilakukan secara bijaksana dan sesuai dengan rekomendasi setempat (Bahan : BBPadi Sukamandi)
Sumber : - Penyakit pada Tanaman Padi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan & Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Penulis : Iman Priyadi, (Penyuluh Pertanian Balai Besar pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian)

PENYAKIT HAWAR DAUN JINGGA PADA TANAMAN PADI DAN PENGENDALIANNYA


Sumber Gambar: www.google.com
Penyakit hawar daun jingga (HDJ) yang diduga disebabkan oleh bakteri (putih : Pseudomonas sp. dan kuning :Baccilus sp) merupakan penyakit yang relatif masih baru. Pertama ditemukan di daerah kabupaten Subang Jawa Barat pada MK 1987 disebut sebagai penyakit Bacterial Red Stripe (BRS. Sampai saat ini penyakit tersebar di hampir seluruh Pulau Jawa dan Sumatera, terutama di dataran rendah (<100 m dpl). Penyakit umumnya timbul pada saat tanaman mencapai stadia generatif, pada musim kemarau.
Gejala penyakit diawali dengan bercak kecil berwarna jingga, yang timbul di mana saja pada helaian daun. Pada stadia perkembangan penyakit lebih lanjut terbentuk gejala hawar mirip gejala yang ditimbulkan oleh hawar daun bakteri (BLB). Mekanisme penurunan hasil karena hawar daun jingga serupa yang disebabkan oleh hawar daun bakteri , yaitu meningkatkan gabah hampa dan gabah terisi tidak sempurna.
Pengendalian; Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan penyakit HDJ sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor praktek produksi yang dilakukan seperti varietas, pemupukan, jarak tanam, dan pengairan. Untuk itu, pengendalian penyakit HDJ dianjurkan dengan cara mengatur penggunaan faktor-faktor tersebut. Varietas tahan HDJ sampai saat ini belum tersedia. Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa pada keadaan perkembangan penyakit yang cukup tinggi, terlihat adanya perbedaan reaksi genotipe terhadap penyakit HDJ yang terjadi secara alamiah. Dari 108 genotipe yang dievaluasi pada MK 2000 di Kebun Percobaan Inlitpa Sukamandil, satu varietas yaitu Lusi tergolong tahan, sementara tiga galur harapan yaitu S2814-2f-Kn-9-3-3, S4668-1g-1-2-2 dan S4668-1g-2-2 tergolong agak tahan, dan genotipe lainnya rentan. Perbedaan reaksi tersebut diduga bersifat genetis seperti yang terjadi pada galur S4668-1g-1-2-2 dan S4668-1g-2-2 yang masih kerabat. Fenomena ini memberikan harapan bahwa usaha untuk memperoleh varietas tahan penyakit HDJ dapat dilakukan. Pemupukan, jarak tanam, dan interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh nyata terhadap perkembangan penyakit HDJ. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan penyakit HDJ selain dipengaruhi oleh pemupukan juga bergantung pada kerapatan tanaman. Pupuk yang diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan jarak tanam yang tidak terlalu rapat dapat menekan perkembangan penyakit HDJ.Penyakit berkembang dengan baik pada pertanaman padi yang digenang terus menerus sampai berumur 76 HST. Pengeringan berkala pada 45-60 HST dan pada 60-75 HST nyata dapat menurunkan intensitas penyakit HDJ.
Hawar daun jingga dapat dikendalikan secara kultur teknis. Pemberian pupuk 250 kg urea, 100 kg SP36,dan 100 kg KCl per ha dapat menekan perkembangan penyakit. Penyakit juga dapat ditekan dengan mengeringkan lahan dan membuka kanopi pertanaman, untuk mengurangi kelembaban dan memperbaiki sirkulasi udara dalam kanopi.
Pada penyakit Hawar Daun Jingga, mempunyai cara pengendalian yang lainnya, antara lain :
§ Cara pengendalian penyakit ini juga belum ditemukan, tapi dari hasil penelitian di Vietnam dan Indonesia, aplikasi fungisida yang berbahan aktif carbendazim dan benomil yang disemprotkan pada daun dapat menekan munculnya gejala hawar daun jingga.
§ Atur jarak tanam lebih lebar.
§ Pengairan jarak tanam lebih lebar.
§ Pengairan berselang ketika tanaman sudah mencapai pembentukan malai.
§ Gunakan pemupukan berimbang.
Sumber : - Penyakit pada Tanaman Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan & Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.2008
-
bptp-sulsel@litbang.deptan.go.id

Penulis : Iman Priyadi, (Penyuluh Pertanian Balai Besar pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian)